Syamsul Muh

Minggu, 02 Januari 2011

puisi islami: dari arab hinggh di Indonesia


Jika kita pahami, sesungguhnya Agama yang mulia ini senantiasa menyeru kepada kebaikan dan keutamaan dan selalu mencegah suatu yang hina.

Banyak cara yang bisa dilakukan dalam berdakwah, salah satunya melalui syair atau puisi Islami. Oleh karena itu, Islam akan selalu bersikap kagum terhadap syair-syair yang berisikan kebenaran dan akhlak yang mulia.

Puisi Islami muncul ketika Islam mulai dikenalkan oleh Rasulullah SAW. Sebagaimana sabda beliau, sesungguhnya didalam syair terdapat hikmah. Beliau pernah meminta Hassan bin Sabit untuk mencela musuh-musuh islam dengan syairnya, dengan mengatakan Celalah mereka dan Jibril bersamamu!.

Rasulullah juga pernah merasa kagum dengan syair Hassan bin Sabit yang mencela kaum musyrikin dengan mengatakan Hassan telah mencela dengan sangat mengena. Begitupun yang dilakukan beliau dengan memuji syair Umayyah bin Abi As-Sholt, Khonsa dan juga Kabab bin Zuhair dengan Qoasidahnya Banat Suad.

Sebaliknya, Islam memerangi syair-syair yang menghancurkan islam dan mengajak manusia kepada sesuatu yang hina dan menyebabkan kerusakan ditubuh masyarakat. Rasulullah bersabda terkait dengan syair jenis ini Lebih baik dada kalian dipenuhi oleh nanah daripada harus dipenuhi dengan syair yang demikian.

Pada periode ini muncul jenis syair atau puisi islami baru yaitu syair dakwah islamiyah, syair pembangkit semangat juang, syair untuk mengingat kebaikan para syuhada serta pendeskripsian alat-alat perang. Para periode ini pula jenis-jenis syair yang telah ada sejak zaman Jahiliyah semakin diperkuat dengan ruh islami.

Hingga saat ini, puisi Islami terus berkembang pesat, termasuk di Indonesia. Salah satu pujangga yang terkenal adalah Taufik Ismail, dengan karya-karyanya yang memuat tema dan pesan Islam.

Karya sastranya tidak dilihat pada simbol Islam saja, seperti doa, masjid, sajadah panjang, peci, jilbab, mukenah, sarung dan sebagainya, namun lebih banyak dilihat pada kata yang sarat dengan makna, nafas, roh dan nilai Islam.

Jika kita melihat nafas puisi Islami yang dibuat Taufiq, ada nilai tidak menyukai budaya dusta dalam fenomena hilangnya budi pekerti mulia di bawah payung (tema) iklim budaya politik tak menentu di tanah air, pada baitnya dalam Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia (1998) yang mirip syair hija Arab.

Puisi Islami karya Taufik Ismail memiliki status signifikan dalam perkembangan khazanah kesusasteraan Islam di Indonesia, dengan ciri sebagai berikut:

Pengisian bahasa naratif dengan kekayaan pengalaman religius
Esensi pengalaman itu melampaui derajat diskriptifnya terhadap fenomena.
Nilai Islami pada puisinya tidak terletak pada kata-kata simbol Islam
Kekuatannya terletak pada makna ajaran dan keindahan narasi
Ada nilai hikmah, mauizhah dan irsyadah (tuntunan) dalam Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia (1998), Ketika Burung Merpati Sore Melayang (1998), Sajadah Panjang dipopulerkan Group Musik Bimbo, Dengan Puisi Aku (...berdoa) 1965, Do’a (1966) dll.

Ada pemahaman akidah dan syariat dank e-Islaman yang benar.
Tidak heran jika kemudian puisi Islaminya menempatkan Taufiq pada posisi penyair Islam terbesar di awal abad ke-21 ini.

0 komentar:

Posting Komentar