Syamsul Muh Sinyal Kimia Air Mata Wanita dapat Menurunkan Gairah Sex Pria

Sinyal Kimia Air Mata Wanita dapat Menurunkan Gairah Sex Pria

Sabtu, 29 Januari 2011



"Penelitian ini memperkuat gagasan bahwa sinyal kimia manusia - bahkan yang tidak kita sadari - mempengaruhi perilaku orang lain."

Emosional menangis merupakan perilaku universal manusia yang unik. Ketika kita menangis, kita dengan jelas mengirimkan segala macam sinyal emosional. Pada makalah yang dipublikasikan online dalam Science Express 6 Januari, para ilmuwan di Institut Weizmann telah menunjukkan bahwa beberapa sinyal ini dikodekan secara kimiawi dalam air mata. Secara khusus, mereka menemukan bahwa hanya dengan mengendus air mata seorang wanita – bahkan ketika wanita menangis itu tidak dihadirkan di hadapan mereka – mampu mengurangi gairah seksual pada pria.

Manusia, seperti kebanyakan hewan lainnya, mengeluarkan berbagai senyawa dalam cairan tubuh yang mengeluarkan pesan halus kepada lainnya. Sejumlah studi dalam beberapa tahun terakhir, misalnya, telah menemukan bahwa zat dalam keringat manusia dapat membawa berbagai sinyal emosional dan lainnya pada orang-orang yang menciumnya.

Namun air mata tidak memiliki aroma. Bahkan, dalam percobaan pertama yang dipimpin oleh Shani Gelstein, Yaara Yeshurun dan para kolega di laboraturioum Prof. Noam Sobel di Departemen Neurobiologi Institut Weizmann, para peneliti pertama memperoleh air mata emosional dari partisipan wanita yang tengah menonton film sedih di ruangan terpencil dan kemudian menguji apakah pria bisa membedakan aroma air mata dan salin (larutan garam). Ternyata tidak bisa.

Dalam percobaan kedua, para partisipan pria dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama diminta mendengus cairan air mata, dan kelompok yang lain diminta mendengus salin yang sudah dikontrol. Masing-masing cairan ini dimasukkan pada bantalan kecil yang dipasang di bawah lubang hidung saat mereka membuat berbagai penilaian mengenai gambar-gambar wajah wanita di layar komputer. Hari berikutnya, tes diulang – kelompok pria yang sebelumnya diberi bantalan air mata kini diberi bantalan salin, dan begitu juga sebaliknya pada kelompok pria lainnya. Pengujian ini adalah buta ganda, artinya: baik para partisipan pria maupun peneliti yang melakukan percobaan tidak tahu apa yang terkandung di dalam bantalan.

Para peneliti menemukan bahwa pengendusan air mata tidak mempengaruhi perkiraan kaum pria terhadap kesedihan atau empati yang dinyatakan pada wajah. Namun yang mengejutkan, mengendus air mata berdampak negatif terhadap daya tarik seks terkait dengan wajah.

Untuk lebih mengeksplorasi temuan ini, para relawan pria diminta menyaksikan film emosional setelah mendengus air mata atau salin yang sama. Sepanjang film, para peserta diminta memberikan peringkat diri pada suasana hati selagi mereka dipantau untuk pengukuran psikologis gairah seperti temperatur kulit, detak jantung, dan lain-lain. Peringkat-diri menunjukkan bahwa respon emosional subjek terhadap film sedih tidak lebih negatif bila terkena air mata wanita, dan pria yang “mencium” air mata tidak menunjukkan pertambahan empati. Bagaimanapun juga, mereka memperoleh tingkat gairah seksual sedikit lebih rendah. Pengukuran psikologis menceritakan sebuah kisah yang lebih jelas. Ini mengungkapkan penurunan dalam pengukuran, termasuk penurunan yang signifikan dalam testosteron – hormon yang berhubungan dengan gairah seksual.

Akhirnya, dalam uji coba keempat, Sobel beserta timnya mengulang percobaan sebelumnya dalam mesin fMRI yang memungkinkan mereka untuk mengukur aktivitas otak. Pemindaian menunjukkan penurunan yang signifikan pada tingkat aktivitas di wilayah otak yang berhubungan dengan gairah seksual setelah para subjek mengendus air mata.

Sobel mengatakan, “Penelitian ini menimbulkan pertanyaan menarik. Kimia apa yang terlibat? Apakah berbagai jenis situasi emosional mengirimkan sinyal terkode air mata yang berbeda? Apakah air mata wanita berbeda dari, katakanlah, air mata pria? Air mata anak-anak? Penelitian ini memperkuat gagasan bahwa sinyal kimia manusia – bahkan yang tidak kita sadari – mempengaruhi perilaku orang lain.”

Tangisan emosional manusia terutama sempat membingungkan Charles Darwin, yang mengindentifikasi fungsional bagi para pendahulu pada tampilan yang paling emosional – misalnya, pengetatan mulut dengan jijik, yang menurutnya berasal dari respons terhadap mencicipi makanan yang dimuntahkan. Namun tujuan asal-usul air mata emosional meluputkannya. Studi saat ini telah menawarkan jawaban atas teka-teki ini: Air mata dapat berfungsi sebagai sebuah sinyal kimiawi. Sobel menunjukkan bahwa beberapa air mata hewan diketahui mengandung sinyal kimia tersebut. “Perilaku unik tangisan emosional manusia mungkin tidak begitu unik milik manusia saja,” katanya.

Pekerjaan itu ditulis oleh Shani Gelstein, Yaara Yeshurun, Liron Rozenkrantz, Sagit Susan, Idan Frumin, Yehudah Roth dan Noam Sobel, bekerja sama dengan Edith Wolfson Medical Center, Holon.

Penelitian Prof. Noam Sobel didukung oleh James S. McDonnell Foundation 21st Century Science Scholar dalam Program Memahami Kognisi Manusia; Yayasan Minerva, Dewan Riset Eropa, dan Regina Wachter, NY. [faktailmiah.com]

0 komentar:

Posting Komentar