Akidah adalah apa yang dii’tiqadkan (diyakini/diimani) dalam hati. Yang dimaksud dengan hati di sini berupa akal atau hati itu sendiri. Di dalam al-Quran, terdapat kata-kata qalb yang berarti akal atau yang menggambarkan fungsi akal, yaitu memahami, misalnya:
]لَهُمْ قُلُوبٌ لاَ يَفْقَهُونَ[
Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah). (QS. Al-A’raaf [7]: 179)
Adapun menurut Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, akidah atau iman adalah pembenaran yang pasti (tashdîq al-jâzim) yang sesuai dengan kenyataan berdasarkan dalil. Sementara itu, Prof. T.M Hasbi ash-Shiddiqy berpendapat:
Iman ialah kepercayaan yang kuat, tidak dipengaruhi oleh syak (ragu-ragu) atau wahm (persangkaan yang tidak beralasan) ataupun zhan (persangkaan yang tidak memiliki alasan kuat).
Dengan demikian, segala bentuk keyakinan yang tidak berasal dari jalan yang menghasilkan kepastian atau datang melalui jalan yang pasti, tetapi masih mengandung persangkaan (zhan) di dalam keterangannya sehingga menimbulkan perselisihan di antara para ulama, hal seperti ini tergolong akidah yang tidak diwajibkan agama kita untuk memeluknya. Ini merupakan garis pemisah yang tegas di antara orang-orang beriman dengan orang-orang yang tidak beriman.
Sebutan akidah Islam ditunjukkan pada iman kepada Allah Swt., para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari Kiamat, serta pada Qadla dan Qadar, baik buruknya dari Allah Swt.. Namun, bukan berarti selain itu tidak ada lagi perkara yang wajib kita imani. Enam perkara tersebut merupakan kerangka akidah. Masih banyak perkara lain yang termasuk dalam aqidah, seperti iman terhadap ajal, rizki, tawakal kepada Allah Swt., iman dengan pertolongan Allah, iman terhadap sifat-sifat Allah, iman terhadap kema’shuman para Nabi dan Rasul, mujizat al-Quran, dan sebagainya.
Begitu pula iman tentang adanya surga dan neraka, yaumul hisâb (hari perhitungan), iman terhadap keberadaan jin, setan, serta berbagai perkara gaib yang berbentuk kisah-kisah ataupun riwayat yang tercantum dalam al-Quran atau hadits-hadits mutawâtir.
Dari sini kita dapat menarik kesimpulan bahwasanya pembahasan akidah menyangkut hal-hal pokok saja dalam urusan ushuluddîn, sedangkan perkara yang termasuk aktivitas dan perbuatan manusia termasuk bagian dalam syariat Islam dan fiqih Islam.
Berdasarkan uraian di atas, agar akidah atau iman itu pembenarannya bersifat pasti, harus ditunjukkan dengan keyakinan (al-‘ilmu). ‘Ilmu adalah i’tiqâd atau keimanan yang pasti yang sesuai dengan kenyataan. Adapun zhan adalah i’tiqad atau keimanan yang kuat tetapi berdasarkan persangkaan sehingga dapat bermuara pada keyakinan atau bisa sampai pada keraguan (syak).
0 komentar:
Posting Komentar